KUMPULAN PUISI YANG TIDAK DIPUISIKAN
Berikut ini adalah kumpulan puisi karya Redi Antara yang sangat menyentuh hati.
Namun sebelumnya terlebih dahulu disjikan langkah-langkah dalam penulisan puisi "Menulis puisi yang baik dan benar melibatkan penggunaan imajinasi, kreativitas, dan pengungkapan perasaan secara mendalam. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat membantu Anda menulis puisi yang baik:
Pilih tema: Tentukan tema atau topik yang ingin Anda ungkapkan dalam puisi Anda. Ini bisa berupa perasaan, pengalaman, keindahan alam, atau apa pun yang memotivasi Anda.
Tentukan gaya puisi: Pilih gaya puisi yang sesuai dengan tema dan perasaan yang ingin Anda sampaikan. Misalnya, apakah Anda ingin menulis puisi naratif, puisi bebas, atau mungkin soneta tradisional.
- Gunakan imajinasi dan bahasa kiasan: Puisi seringkali menggunakan imajinasi dan bahasa kiasan untuk menyampaikan makna secara lebih mendalam. Gunakan perumpamaan, metafora, atau simbol untuk membuat puisi Anda lebih berwarna dan bermakna.
Rangkai kata-kata dengan cermat: Pilih kata-kata yang tepat dan rangkailah mereka dengan cermat. Pertimbangkan ritme, irama, dan penekanan kata-kata dalam puisi Anda untuk menciptakan efek suara dan musikalitas.
- Perhatikan struktur dan tata bahasa: Puisi memiliki kebebasan dalam hal struktur, tetapi perhatikan tata bahasa dan tata letak kata-kata. Gunakan gaya dan format yang sesuai dengan puisi Anda, seperti penggunaan strophe, baris terputus, atau baris paralel.
Edit dan revisi: Setelah menyelesaikan puisi, jangan ragu untuk merevisinya. Bacalah puisi Anda dengan seksama, perhatikan kata-kata yang berulang, dan pastikan ekspresi Anda sesuai dengan apa yang ingin Anda sampaikan. Sesuaikan atau hapus bagian yang tidak perlu.
- Baca puisi dari penyair terkenal: Belajar dari penyair terkenal dapat membantu Anda memperluas wawasan dan mengasah keterampilan menulis puisi. Bacalah puisi dari penyair seperti William Shakespeare, Emily Dickinson, Pablo Neruda, atau penyair-penyair modern lainnya untuk memperoleh inspirasi dan pemahaman yang lebih baik tentang puisi.
Selain itu, jangan lupakan bahwa menulis puisi adalah proses yang subjektif. Jadi, penting untuk mengekspresikan diri dan menjadi autentik dalam puisi Anda. Tetaplah berlatih dan terus mengasah keterampilan menulis puisi Anda.
Inilah beberapa contoh puisi karya Redi Antara bagian pertama
1. Untukmu Yang Berbahagia
Karya :
Redi Antara
Untuk
sahabat yang tak pernah tamat
Pada
jejak-jejak langkah yang basah
Pada jejak-jejak waktu yang bisu
Satu per satu kenangan telah tumpah ruah
Terikat dalam bingkai masa lalu
Pada setiap denting waktu yang berlalu
Pada setiap detik yang mencekik
Selalu ada asa yang tersisa
Selalu ada harap yang lenyap
Mari sejenak tundukan kepala
Atas semua karunia usia
Penyesalan tak harus memupus harapan
Selalu ada penyesalan yang mengiringi langkah sang waktu
Namun, bukan berarti harapan harus terkubur dengan sesal masa lalu
Usia adalah karunia
Begitulah kata bijak bestari
Tua adalah pasti namun dewasa adalah pilihan
Begitu pula kata bijak bestari
Teruntuk dirimu yang akan membuka lembar baru
Semoga lembaran itu bercerita tentang kebahagiaan
Teruntuk dirimu yang sedang menatap harapan dicermin kehidupan
Semoga selalu ada senyum indah yang menatapmu dari cermin
Lembaran lama jangan pernah terlupakan
Sebab disana kita belajar kearifan dari guru kehidupan
Cermin lama usah dibuang
Sebab disana kita belajar keteladanan dari cermin diri yang telah usang
Kata-kata memang bukan kado terindah
Sebab dia pernah berdusta
Tapi puisi selalu jujur
Tentang apa kata hati
Sebait harapan akan kebaikan
Di usiamu yang bertambah dewasa
Seperti puisi yang tak pernah mati
Semoga kebahagiaanmu pun demikian
Selamat mengulang tahun
Selamat menyulam harapan
Bogor, 14 Oktober 2015
2. Tidak Lagi Cemburu
Karya :
Redi Antara
Aku cemburu...
Aku cemburu pada siapa saja yang selalu berada didekatmu.
Aku cemburu pada semua orang yang mampu membuatmu bahagia.
Aku cemburu pada mereka yang kau jadikan tempat berkeluh kesah.
Aku cemburu...
Aku cemburu Pada angin yang membelai mesra pipimu.
Aku cemburu pada air yang membelai mesra seluruh tubuhmu.
Aku cemburu pada mentari yang menatap genit padamu di pagi hari.
Aku cemburu pada rembulan yang menyelamatkanmu dari kegelapan malam.
Aku cemburu...
Aku cemburu pada pakaian yang bisa melindungi tubuhmu.
Aku cemburu pada sandal yang melindungi kakimu dari goresan batu-batu.
Aku cemburu pada kacamata yang selalu kau tatap setiap saat.
Aku cemburu...
Tapi aku kan tetap menyangi dan mencintaimu.
Aku ingin menjadi orang yang paling dekat
dengan hatimu.
Aku ingin menjadi orang yang akan selalu membahagiakan hatimu.
Aku ingin menjadi tempat hatimu berkeluh kesah.
Aku tidak hanya ingin membelai pipimu tapi
juga hatimu.
Aku tidak hanya ingin menikmati tubuhmu tapi juga hatimu.
Aku tidak ingin sekedar menatap wajahmu tapi juga hatimu.
Aku tidak ingin sekedar menyelamatkanmu di kegelapan tapi juga menghilangkan
sepi dihatimu.
Aku tidak hanya ingin melindungimu tapi juga
hatimu.
Aku ingin menjadi orang yang ada di mata dan
hatimu.
Aku tidak akan cemburu (lagi) pada siapapun,
pada apapun.
Sebab aku mencintaimu seutuhnya.
Bogor, 11 Oktober 2015
3. Kenangan Yang Tertinggal
Karya
: Redi Antara
Kuningan-Bogor tak terlalu jauh
Walau bus sering tersengal menapaki jalan aspal
Sepanjang perjalanan aku menuliskan namamu
Pada kaca jendela yang ber-embun
Walau terkadang embun juga yang menghapusnya
Aku tidak peduli
Aku menyaksikan pohon dan rumah yang dilewati
bus
Seolah berlari tak mau tertinggal
Ah, itu seperti kenangan kita yang tak mau kutinggal
Kuningan-Bogor ternyata cukup jauh
Untuk memisahkan cinta kita
Bogor, 10 Oktober 2015
4. Kutulis Namamu
Karya :
Redi Antara
Angin yang berhembus 'tlah menjatuhkan si daun
kering yang malang
Aku menjadi saksi bagaimana ia pasrahkan dirinya pada angin
Ingin kutulis kebahagiaan pada sepucuk daun
kering
Inhin kutulis keindahan pada sepucuk daun yang baru saja terhempas angin
Semuanya terlalu panjang
Terlalu banyak kebahagiaan yang ingin ku ceritakan
Terlalu banyak keindahan yang ingin ku kisahkan
Sedang sepucuk daun tak cukup untuk menuliskan
itu
Maka, aku memutuskan untuk menuliskan namamu
Sebab, namamu telah mewakili kebahagiaan dan keindahan hidupku
Kan kubiarkan daun kering
Mengendap diladang hatiku
Menumbuh suburkan cinta yang baru saja tumbuh
Bogr, 07 Oktober 2015
5. Arti Kesetiaan
Karya :
Redi Antara
Cinta telah mengajarkanku tuk setia pada satu
hati.
Cinta juga telah mengikrarkan kesetiaan diantara kita.
Kini aku meragukan arti kesetiaan yang kau
berikan.
Apa arti setiamu?
Jika kau sering membuatku cemburu.
Apa arti setiamu?
Jika kau sering membuatku berderai air mata di keheningan malam?
Apa arti setiamu?
Jika kau sering membuatku mengutuk cinta yang tak bahagia.
Apa arti setiamu?
Jika membuatku ragu tuk setia padamu.
Apakah seperti itu yang dinamakan setia?
Tapi mengapa mereka selalu bahagia di atas kesetiaan?
Diriku selalu bermandikan air mata atas nama
kesetiaan
Diriku selalu berkubang dalam duka atas nama kesetiaan
Diriku selalu terpenjara dalam penyesalan atas nama kesetiaan
Diriku selalu tersayat kekecewaan atas nama kesetiaan
Diriku selalu memendam amarah atas nama kesetiaan
Lalu, Apa arti kesetiaan itu?
Apakah membiarkan hati terluka adalah kesetiaan?
Apakah membiarkan dada ini terkoyak adalah kesetiaan?
Apakah pasrah terhadap penyanderaan rasa juga adalah kesetiaan?
Lalu apa arti kesetiaan?
Sebab, aku ingin tetap setia.
Bogor, 6 Oktober 2015
6. Kesempurnaan Cinta
Karya :
Redi Antara
Aku mencintaimu seutuhnya
Aku mencintaimu apa adanya dirimu
Aku mencintaimu bukan karena sesuatu
Klise? Gombal? Biarlah.
Sebab cinta telah mengajarkan itu.
Aku tahu kau tidak sempurna
Karena diriku pun tak sempurna
Aku tahu kamu memiliki kekurangan
Karena diriku pun memiliki kekurangan
Cinta telah membuat semuanya indah
Dirimu adalah kesempurnaan dibalik ketidaksempurnaanku
Dirimu adalah kelebihan dibalik kekuranganku
Sebab cinta telah menyempurnakan semuanya
Berjalanlah disampingku!
Itu adalah kesempurnaan yang nyata
Genggamlah tanganku!
Itu adalah kebahagiaan terbesar
Tersenyumlah!
Maka, aku akan menemukan kenyataan bahwa bidadari itu ada
Tetaplah bersamaku!
Sebab, langkah kita tak selalu mulus
Eratkan peganganmu!
Sebab, badai dan gelombang senantiasa menghadang
Yakinlah!
Berdua, kita akan temukan makna cinta yang sesungguhnya.
Bogor, 06 Oktober 2015
7. Harapan Yang Menyakitkan
Karya :
Redi Antara
Tidak adakah lagi kesempatan bagiku?
Tidak adakah lagi cela dihatimu?
Hingga aku tak lagi terlihat dalam pandanganmu
Semua yang telah kita bangun luluh lantak dalam sekejap
Habis sudah disapu badai ego
Bukan aku tak ingin lagi melihatmu tersenyum
Bukan aku tak ingin lagi melihatmu bahagia
Senyummu yang kulihat kini tak lagi
menentramkan
Bahagiamu kini adalah dukaku; lukaku
Jika bukan aku yang membuatmu tersenyum
Jika bukan aku yang membuatmu bahagia
Lalu untuk apa harapan masih ku simpan dalam
hati?
Sedang luka bersemayam dalam jiwa
Perlahan menyayat hati
Sebab aku masih berharap senyum dan bahagiamu
Karena kehadiranku
Bukan dia yang telah merenggut bahagiaku
Bogor, 06 Oktober 2015
8. Luka
Karya :
Redi Antara
Luka lama kambuh kembali
Menjalar disetiap hati
Semakin parah
Janji-janji dilangkah ini
Hanya usap
Hanya sentuh telinga, lalu pergi
Bahkan malam yang biasa singgah
Enggan menyapa pada sang bulan
Mimpi-mimpi tak cantik lagi
Sejengkal melangkah bertambah nyeri
Luka...
Kau paksa kami
Untuk menahan luka ini
Sedang kau sendiri telah lupa
Akan gaduhnya jerit
Akan busuknya derita
Akan hitamnya tangis
Akan kentalnya nanah
Di kaki
kami yang labil melangkah.
Kuingan, 20 Januari 2013
9. Sajak Orang-orangan
Karya :
Redi Antara
Izinkan aku bersajak! Tuan.
Boleh tutup telinga jika terdengar tak enak. Apalagi jika membuat sesak.
Lihatlah! Tuan.
Orang goblok dikasih golok,
ya sudah pasti kerjaan nya ngegorok.
Orang sakit dikasih cerulit,
ya sudah semua yang dianggap tidak sejalan dengan pemikirannya langsung sabit.
Orang waras ga punya beras.
Ujung-ujungnya jadi pemeras.
Orang pintar hanya bisa berkelakar.
Orang bodoh hanya bisa pasrah.
Orang-orangan hanya bisa tepuk tangan.
Lalu Aku bertanya.
Siapa si goblok?
Siapa si sakit?
Siapa si waras?
Siapa si pintar?
Siapa si bodoh?
Siapa Orang-orangan?
Izinkan aku tertawa! Tuan.
Hahaha.
Ada si goblok yang lagi sakit.
Tapi pura-pura waras.
Ada yang ngaku pintar.
Tapi nyatanya bodoh.
Haha...
Dasar Orang -orangan.
Bogor, 29 Maret 2015
10. Sepi Yang Sama
Karya : Redi Antara
Sepi telah menjadi teman setia
Yang tak pernah absen menemaniku
Sejak beberapa waktu yang lalu
Setelah bahagiaku terenggut
Bersama langkah kakimu
Yang memilih menjauh
Meninggalkanku yang berbalut luka
Dimana kau kini?
Tak adakah rasa dihatimu yang tersisa?
Disini aku masih saja berteman duka dan nestapa
Hati yang rapuh ini perlahan runtuh
Tak kuat lagi menopang duka
Tak kutemukan lagi indah cinta yang
disenandungkan pujangga
Tak kutemukan lagi ketenangan
Pada sebait puisi
Tak kutemukan lagi risalah
Pada bulir-bulir hujan yang menangisi jalan
Tak kutemukan lagi pelangi
Pada dinding hatiku
Tak kutemukan lagi senyummu
Dalam hidupku
Kelabu telah menjadi karib setia
Menemani hari-hariku yang sepi
Aku telah menjadi pecundang yang kalah
Bahkan sebelum berperang
Aku telah menyerah pada cintamu
Bahkan saat sebelum aku merasakan bahagia yang sesungguhnya
Aku masih disini
Berteman sepi yang sama
Bogor, 02 Oktober 2015
11. Nasihat Surgawi (Ibu)
Karya :
Redi Antara
Dalam Senyum kau sembunyikan letih
Derita siang dan malam menimpa
Tak sedetik pun menghentikan langkahmu
Untuk bisa Memberi harapan baru bagiku
Sejuntai Cacian selalu menghampiri
secerah hinaan tak perduli bagimu
Selalu kau teruskan langkah untuk masa depanku
Bukan setumpuk emas yang kau harapkan di masa
senjamu
Bukan gulungan uang yang kau minta di hari-hari letihmu
Bukan juga sebatang perunggu yang kau minta di masa tuamu
Engkau tak meminta apapun
Tapi keinginan hatimu membahagiakan aku
Membuatku menyadari apa yang harus kubalas padamu
Dan yang selalu kau katakan padaku
Aku menyayangimu sekarang dan sampai nanti aku tak lagi bersamamu
aku menyayangimu anakku dengan ketulusan hatiku
Dan aku ingin mengatakan:
Aku akan tetap mencintaimu
Karena engkaulah surga yang dikaruniakan Tuhan untukku
Tak kan kusia-siakan waktuku dengan membuat air matamu terjatuh
Aku akan tetap rindu nasihatmu
Meski suatu saat nanti kau tak lagi disisiku
Namun, namamu selalu hidup diatas kasih sayang yang kau tanamkan padaku
Jakarta, 22 Desember 2013
12. Kata Tinggalah Kata
Karya :
Redi Antara
Banyak orang yang menyuarakan kerjasama dan
gotong royong
Padahal hidup mereka egoistis dan individualistis
Banyak orang yang berpura- pura mrendahkan
hati
Padahal sikap hidup mereka menonjolkan keakuan
Banyak orang yang berbicara tentang toleransi
Padahal prilaku mereka membesarkan perbedaan dan mengkerdilkan persamaan
Banyak orang yang berbicara tentang etika,
moral, dan kebajikan
Padahal hidup mereka penuh dengan kemunafikan dan kepura- puraan
Banyak orang yang berbicara tentang kearifan
dan keharmonisan
Padahal kebijakan mereka berpihak pada kelompok dan kepentingan sendiri
Banyak yang berbicara tentang keprihatinan dan
kesederhanaan
Padahal hidup mereka bergelimang kemewahan dan kemegahan
Akhirnya, Kata-kata tinggallah kata-kata
Meski disuarakan lantang tetaplah ia kata-kata
Tanpa perbuatan, kata-kata hanyalah sampah
Jakarta, 16 Juni 2014
13. Siapa Dia?
Karya : Redi Antara
Siapa dia?
Apakah dia sodaraku?
Aku mengenal baju nya yang lusuh
Aku mengenal nyanyian nya yang sumbang
Siapa dia?
Apakah dia temanku
Aku mengenal bau keringat nya
Aku mengenal bau nafasnya yang memburu
Siapa dia?
Apakah dia tetanggaku?
Aku mengenal tarian itu
Aku mengenal nyanyian itu
Kenapa dia menari-nari dibawah lampu itu?
Kenapa dia bersenandung sendiri di trotoar itu?
Apakah dia orang gila?
Atau kah saya yang gila
Yang membiarkan dia
Kenapa dia memakai pakaian compang- camping?
Kenapa dia tak memakai celana?
Apakah dia tidak malu?
Ataukah saya yang harus malu
Menyaksikan sodara sendiri di tertawakan atas deritanya
Bogor, 5 September 2014
14. Gembala Tikus
Karya :
Redi Antara
Seirang gembala menyusuri kota
Telanjang kaki telanjang dada
Melangkah perlahan dijalan aspal
Hey, jalan aspal bukan pematang
Lihatlah..!!!
Kaki nya terluka, tersandung batu
Tak ada pohon tempat berteduh
Hanya panas yang semakin terik
Geembala terus melangkah
Menahan panas berbalut debu
Dilihatnya mobil
Lalu bertanya
"Binatang apa itu?"
Dilihatnya kereta
"Wah, ularnya besar sekali"
Ujar si gembala
Terdengar gemuruh di udara
Hey..burung nya besar sekali
Dilihatnya seorang koruptor
Wah, Tikus nya besar sekali
Kalau begitu aku akan mengembala tikus
Bogor, 8 September 2014
15.
Bayang-Bayang Penyesalan
Karya :
Redi Antara
Rasanya, sudah terlalu lama aku tidak pernah
lagi mengeja Alif Ba Ta
Meski dengan terbata-bata
Lalu, apakah yang kan kubanggakan saat esok menutup mata?
Rasanya, sudah terlalu lama aku tidak lagi
meniti ayat demi ayat dibalik surat-surat
Meski tak terlalu mengerti apa yang sesungguhnya tersirat
Lalu, apakah yang kan menemaniku saat nyawa terlepas dari kandungan hayat?
Rasanya, sudah terlalu lama air mata ini tak
pernah jatuh menangisi dosa-dosa
Bahkan hanya tawa yang mendendangkan dosa-dosa
Aku telah lupa, kapan terakhir hati ini
khusu
Merajuk, merayu,
Dia Yang Maha Cinta
Dia Yang Maha Kasih
Dia Yang Maha Penyayang
Berbahagialah orang yang selalu taat
Berbahagialah orang yang berpuasa
Berbahagialah orang yang shalat malam
Berbahagialah orang yang melantunkan ayat-ayat suci
Berbahagialah orang yang matanya selalu basah sebab menangisi dosa-dosa
Oh, Tuhan
Celakalah diri ini
Jika Engkau hanya mengasihi orang yang taat
Lalu, siapa yang akan mengasihi diri ini yang selalu durhaka?
Jika Engkau hanya hanya mengasihi orang yang berpuasa
Lalu siapa yang akan mengasihi diri ini yang sering membangkang perintahMu?
Jika Engkau hanya mengasihi orang yang shalat malam
Lalu, siapa yang akan mengasihi diri ini yang selalu lalai?
Jika Engkau hanya mengasihi orang yang selalu melantunkan kalamMu
Lalu, siapa yang akan mengasihi diri ini yang tak pernah menyentuh kalam
suciMu?
Jika Engkau hanya mengasihi orang-orang yang selalu mengingat dosa-dosanya
Lalu, siapa yang akan mengasihi diri ini yang selalu menipuMu dengan taubat
palsu kami?
Oh, Tuhan.
Celakalah diri ini
Andai Tuhanku bukan Yang Maha Penyayang
Andai Tuhanku bukan Yang Maha Pengampun
Yang ampunannya selalu datang sebelum murkanya
Ada desir angin kerinduan
Pada masa yang silam
Saat diri yang polos
Belajar mengeja Alif Ba Ta
Belajar mengaji nun mati
Ternyata, langkah ini sudah terlalu jauh dari
jalan yang lurus
Ternyata, perahu ini sudah terlampau jauh dari tepian Kemurahan dan RahmatMu
Ternyata, aku merindukan cahaya itu
Cahaya yang kan menuntunku padaMu
16.
Seharusnya
Karya :
Redi Antara
Seharusnya...
Aku tak merisaukan sunyi yang menggerayangi malam
Saat matahari tumbang di ufuk pembaringan
Sebab, aku telah terbiasa bersahabat dengan sunyi
Bukankah hatiku juga telah menjadi sunyi saat menatap punggungmu terakhir kali?
Seharusnya...
Aku tak merasakan sepi yang merayapi gelap
Saat derik suara jangkrik mengantarkan bulan pada singgasananya
Sebab, aku telah lama berteman sepi
Bahkan sejak terakhir aku melihat senyum di bibirmu
Seharusnya...
Aku tidak meracau seperti ini
Aku tidak harus mengigau mengharapkan kau kembali pada hatiku
Seharusnya...
Aku memahami bahwa dirimu hanyalah bagian masa laluku yang bisu
Yang hanya sesekali saja bisa ku pandang di dinding hati
Dalam bingkai kenangan
Seharusnya...
Aku telah mampu melupakanmu
Yang juga telah melupakanku
Tapi, aku selalu berpura-pura tak mampu melupakanmu
Hanya agar engkau tahu bahwa sebenarnya aku belum mampu melupakanmu
Seharusnya...
Kenangan yang terjalin diantara kita
Kau bawa juga pergi bersama langkahmu
Agar aku tak tersiksa
Merindui dirimu yang tak merinduiku
Seharusnya...
Puisi ini pun tak harus tercipta
Sebab hanya akan mengorek kembali luka di kedalaman hatiku
17.
Ini Hanya Tentang Kenangan
Karya :
Redi Antara
Hujan pertama telah turun
Menyirami wajah bumi yang kerontang
Membasahi ladang ladang yang gersang
Juga membasuh dahaga kerinduanku padamu
Hujan pertama telah tumpah
Menusuk-nusuk dedaunan
Menikam bebatuan
Juga membasuh luka yang belum sempat mengering
Sayang, dimanakah kau kini?
Apakah engkau merasakan apa yang aku rasakan saat hujan pertama turun?
Ini bukan sajak tentang hujan,
Melainkan rintih kerinduan
Adakah engkau telah melupakan
Kebersamaan yang pernah kita rasakan
Di pojok sebuah ruangan
Di hujan pertama beberapa tahun silam
Kita pernah sama-sama menikmatinya
Kita pernah sama-sama merayakannya
Kita pernah sama-sama meresapinya
Di hujan pertama beberapa tahun silam
Dibawah temaram lampu-lampu
Kita pernah berbagi kenikmatan
Mencari surga kita berdua
Hanya berdua
Kita pernah merayakan cinta kita
Bergumul dengan peluh kita yang menyatu
Hanya berdua
Kita pernah meresapinya
Saat raga kita seolah menyatu
Hanya berdua
Masihkah kau ingat itu, sayang?
Pada hujan pertama beberapa tahun silam
Aku sudah lupa dengan suara hujan malam itu
Tapi, aku masih ingat desah nafasmu
Aku masih hafal eranganmu
Ini bukan sajak tentang hujan
Ini hanyalah tentang kenangan
Yang selalu kurindukan terulang
18.
Lilin Yang Malang
Karya :
Redi Antara
Senja baru saja menepi
Menenggelamkan wajahmu diufuk kerinduan
Menyembunyikan wajahmu pada gelap yang sepi
Aku menyalakan lilin-lilin kecil di
lorong-lorong hatiku
Menyingkap pekat yang menyelimuti
Meraba wajahmu pada remang bayangan cahaya lilin
Kasih, aku ingin menjadi lentera dalam hidupmu
Aku tidak ingin gelap menyelimuti cantiknya wajahmu
Aku tidak ingin malam merenggut senyummu
Aku akan memastikan lilin-lilin itu tetap
menyala
Hingga fajar menyingsing
Cahaya mentari menerpa wajahmu
Aku akan biarkan lilin-lilin kecil itu menyala
Hingga tak tersisa lagi
Aku adalah lilin kecil yang malang itu, kasih
Yang kehilangan pesonanya
Saat mentari menyapa wajah ayu mu
Biarlah aku meleleh hingga tak tersisa lagi
Asalkan malammu tak pernah gelap
Aku menyerah,
Sebab cahaya mentari lebih menarik dari lilin kecil
Seperti cintaku yang kalah
Karena engkau memilih dia dengan pesonanya
Biarlah, aku terbakar habis
Bersama rasa dihatiku.
Bekasi, 05 Desember 2015
19.
Asap
Karya :
Redi Antara
Entah sudah berapa lama kami tak melihat
matahari.
Yang jelas sudah lama, bahkan sampai kami lupa seperti apa cahaya matahari
Entah sudah berapa lama kami tak pernah melihat langit biru.
Yang jelas sudah sangat lama, bahkan kami ragu masihkah langit berwarna biru?
Sebab, kemanapun kami memandang hanya terlihat
kegelapan
Gelap yang menyelimuti tak lagi menentramkan sebagaimana malam
Gelap yang kami rasakan adalah kepedihan mata dan keperihan hati.
Asap telah menyelimuti negeri ini, begitulah yang tersiar di surat kabar dan
televisi
Tapi, kami tak pernah percaya pada surat kabar dan televisi.
Entah,apakah kami masih harus percaya pada jam
dinding
Sebab, kemanapun jarum melangkah tak pernah ada perubahan--tetap saja gelap.
Persis seperti pemerintahan yang hanya bual janji tapi tak pernah ada
perubahan.
Mereka bilang ini bencana.
Kenyataannya ini adalah rencana.
Seperti pepatah:
Tak ada asap kalau tak ada api
Tak ada api kalau tak ada yang membakar
Tak ada yang membakar kalau tak ada oknum
Tak ada oknum kalau masih ada hukum
Asap bukan hanya menyembunyikan tanah kami
Tapi juga menyembunyikan keborokan penguasa dan pengusaha
Asap bukan hanya menyelimuti tanah kami
Tapi juga menyelimuti para penegak hukum yang tertidur pulas
Asap bukan hanya menumbuhkan solidaritas diantara sesama
Tapi juga menumbuhkan sawit-sawit sesudahnya
Mereka bukan hanya membakar hutan-hutan
Tapi mereka juga menyulut kemarahan
Sebelum kami benar-benar mati karena asap
Semoga Tuhan masih menyisakan ampunan kepada kita semua
Biarkan doa-doa menembus langit menyingkirkan
asap meski terbatuk-batuk.
20. Pengakuan
Di atas permadani kecil di sudut sepi
Kubentangkan hamparan dosa-dosa
Dihadapan pengampunanMu yang tak bertepi
Kuhapuskan ke-akuan yang tergantikan ke-AkuanMu
Bulir-bulir embun yang berlinang di sudut sunyi
Menjadi saksi akan sebuah pengakuan dan kepasrahan
Pengakuan akan ke-Maha Kuasaan atas ketidakberdayaan
Kepasrahan akan kehendakMu diatas harapan
Kuresapi dan kusesapi dalam-dalam panggilan cintaMu
Adakah diriku yang hina ini menjadi mulia dalam pandanganMu?
Adakah NamaMu dalam hati insan yang penuh khilaf ini?
Aku ingin kembali meniti jalan cintaMu
Mencari pintu pengampunanMu yang masih terbuka
Untuk jiwa yang mati
Untuk bibir yang kering dari menyebut namaMu
Laa ilaha ilallah,
Bogor, 07 Oktober 2015
Sumber : Puisi Yang Tidak Dipuisikan